Jumat, 16 Juni 2017

OPTIMALISASI KERJASAMA PENCEGAHAN PREMANISME


OPTIMALISASI KERJASAMA PENCEGAHAN PREMANISME
GUNA MENGANTISIPASI DAMPAK PENINGKATAN PENGANGGURAN
DALAM RANGKA TERCIPTANYA HARKAMTIBMAS

BAB I
I. Latar Belakang
Kepolisian Negara RI merupakan bagian dari sistem pemerintahan yang berfungsi untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Sebagai bagian dari administrasi pemerintahan, Polri, memiliki fungsi untuk memelihara keteraturan serta ketertiban dalam masyarakat, menegakkan hukum, dan mendeteksi serta mencegah terjadinya kejahatan. Dengan kata lain Polisi mempunyai fungsi sebagai pengayom masyarakat dari ancaman dan tindak kejahatan yang mengganggu rasa aman serta merugikan secara kejiwaan dan materiil, dengan cara memelihara keteraturan dan ketertiban social, menegakkan hukum, atau lebih tepatnya menegakkan keadilan dalam masyarakat berdasarkan hukum, mendeteksi serta mencegah terjadinya kejahatan (Suparlan, 1997). Dalam konteks ini tugas pokok Polri telah tertuang dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI pada pasal 13.
Perkembangan lingkungan strategis Indonesia dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain kondisi geografis, demografi, sumber daya alam, ideologi, social politik dan hokum, social budaya, social ekonomi dan keamanan. Factor social ekonomi menjadi salah satu sisi yang sangat penting dalam lingkungan strategis terutama terkait dengan daya beli masyarakat serta keamanan dan ketertiban. Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan akan mengalami perlambatan disbanding tahun 2009. Hal ini disebabkan dampak dari krisis ekonomi global. Daya beli masyarakat menurun dan angka pengangguran meningkat sehingga berimplikasi pada gangguan keamanan.

Salah satu dampak dari meningkatnya pengangguran adalah munculnya upaya-upaya dari masyarakat mengambil jalan pintas untuk memperoleh keuntungan melalui aksi-aksi premanisme. Pemerintah Indonesia melalui Kepolisian RI menyatakan perang terhadap berbagai bentuk aksi premanisme yang dianggap sering mengganggu ketentraman dan menimbulkan segala bentuk ketidaknyamanan bagi masyarakat. Fenomena premanisme di Indonesia mulai berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan semakin naiknya angka pengangguran. Perbuatan tersebut antara lain adalah dengan melakukan parkir liar, pemerasan, melakukan pungutan liar, penagih hutang dan bahkan sampai melakukan pencurian dan perampokan.
Fenomena premanisme juga terjadi di wilayah kota Bengkulu dengan berbagai macam bentuknya. Beberapa aksi premansime bahkan dilakukan secara terorganisir atau mengatasnamakan organisasi pekerja atau serikat pekerja. Beberapa aksi premanisme yang ter-identifikasi di kota Bengkulu adalah parkir liar dan pemerasan di kawasan wisata, pungutan liar uang keamanan di pasar, pemaksaan kehendak dalam pengangkutan barang serta beberapa aksi premanisme terhadap angkutan batu bara.
Dengan melihat kondisi ini sangat perlu Polres Bengkulu sebagai leading sector dalam pembinaan keamanan dan pemerintah kota Bengkulu secara bersama-sama melakukan upaya pencegahan sehingga akan menimbulkan rasa aman bagi masyarakat.  Kondisi ini sangat penting mengingat kota y merupakan ibu kota provinsi y yang menjadi pusat perekonomian dan pusat pemerintahan. Pencegahan terhadap aksi premanisme tersebut sangat diharapkan oleh masyarakat dari berbagai elemen.
a permasalahan
Dalam NKP ini permasalahan yang diangkat adalah belum optimalnya kerjasama pencegahan premanisme guna mengantisipasi dampak pengangguran dalam rangka terciptanya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

b. Pokok-pokok persoalan
1) Bagaimana bentuk-bentuk premanisme di wilayah kota x ?
2) Bagaimana peran Polres X dalam kerjasama dengan instansi terkait untuk mencegah terjadinya premanisme?
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penulisan naskah karya perorangan ini adalah kerjasama pencegahan premanisme di wilayah hukum Polres X.


BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

1. Konsep Pencegahan Kejahatan
Kaiser, seorang kriminolog (1990), membagi pencegahan kejahatan kedalam tiga bagian yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, yakni primary prevention,secondary prevention, dan tertiary prevention. Strategi pertama, menyangkut pendekatan cause of crime, yakni kejahatan harus dicegah melalui kemunculan kausa-kausa, seperti kemiskinan, ketidakadilan, penegakkan hukum yang buruk, dan sebagainya. Sedangkan metode kedua berhubungan langsung dengan criminal justice policy. Adapun yang ketiga berkaitan dengan operasi nyata untuk menekan terjadinya kejahatan. (Nitibaskara, 2006:224)

2 Analisa SWOT
Analisa SWOT merupakan identifikasi berbagai factor secara sistematis untuk memutuskan strategi organisasi, analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi dengan menganalisis factor-faktor strategis organisasi, dalam hal ini Polri dalam kondisi pada saat ini.

3 Optimalisasi
Istilah optimalisasi berasal dari kata “optimal” yang artinya adalah terbaik atau tertinggi, sehingga optimalisasi berarti membentuk sesuatu menjadi lebih baik atau lebih tinggi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) yang dimaksud dengan optimalisasi adalah suatu cara untuk mencapai sesuatu sehingga menghasilkan yang terbaik.

4 Kerjasama

Kerja sama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan, sebagaimana dua pengertian kerja sama di bawah ini:
Moh. Jafar Hafsah menyebut kerja sama ini dengan istilah “kemitraan”, yang artinya adalah “suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prisip saling membutuhkan dan saling membesarkan.”
H. Kusnadi mengartikan kerja sama sebagai “dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu.”
Dari pengertian kerjasama di atas, maka ada beberapa aspek yang terkandung dalam kerja sama, yaitu: Dua orang atau lebih, artinya kerja sama akan ada kalau ada minimal dua orang/pihak yang melakukan kesepakatan. Aktivitas, menunjukkan bahwa kerja sama tersebut terjadi karena adanya aktivitas yang dikehendaki bersama, sebagai alat untuk mencapai tujuan dan ini membutuhkan strategi (bisnis/usaha). Tujuan/target, merupakan aspek yang menjadi sasaran dari kerjasama usaha tersebut, biasanya adalah keuntungan baik secara financial maupun nonfinansial yang dirasakan atau diterima oleh kedua pihak. Jangka waktu tertentu, menunjukkan bahwa kerja sama tersebut dibatasi oleh waktu, artinya ada kesepakan kedua pihak kapan kerjasama itu berakhir. Dalam hal ini, tentu saja setelah tujuan atau target yang dikehendaki telah tercapai.

5. Premanisme
Premanisme (berasal dari bahasa Belanda vrijman = orang bebas, merdeka; isme = aliran) adalah sebuah sebotan pejorative yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilan terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sebutan kepada orang jahat (penodong, pencopet, rampok dsb)

BAB III
KONDISI SAAT INI

Permasalahan premanisme di wilayah kota Y berlangsung dengan berbagai bentuk dan cara dari masing-masing pelaku. Aksi-aksi premanisme yang ada berdasarkan motivasi untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok. Selain itu kebanyakan dilakukan oleh para pengangguran, dimana angka pengangguran di Kota Y mencapai sekitar 6% (data BPS tahun 2009). Pertambahan jumlah pengangguran mencapai 10% pada bulan Juli 2010. Berikut ini adalah gambaran beberapa aksi premanisme pada tahun 2009 di wilayah Polres Bengkulu :
Waktu
Kejadian
Keterangan
Agustus 2009

Beberapa orang yang mengaku SPSI melakukan pemaksaan untuk menurunkan barang dari truk di kawasan dagang Pasar Minggu dengan permintaan pembayaran yang sangat tinggi
Ditangani dengan cara pengamanan terbuka
Semester II 2009
Terjadi 56 kasus pidana di kawasan wisata Pantai Panjang (pencurian, jambret, curanmor, penganiayaan, pembunuhan dan pemerasan)
Data Sat Reskrim
November 2009
Dilaksanakan operasi sikat dengan sasaran premanisme/street crime, hasilnya :
49 orang yang diduga preman.
5 orang  Tersangka jambret.
26 orang yang tidak mempunyai identitas diri dan diduga preman.
69 orang tukang parkir liar.
11 orang tersangka pengrusakan dan barang bukti sisa arang dan 1 buah terpal.
14 orang yang melakukan balap liar.
6 orang membawa sajam dan 6 bilah pisau.
1 Orang Tersangka penyalahgunaan Senpi Rakitan Dengan 3 Butir Peluru.
6
Dilaksanakan secara insidentil.
Dari data tersebut diatas, penulis melihat bahwa telah terjadi berbagai aksi premanisme/kejahatan jalanan yang mengakibatkan keresahan masyarakat. Dengan gambaran data tersebut diatas dapat diuraikan beberapa indicator yang diperlukan untuk mengoptimalkan kerjasama pencegahan premansime tersebut sehingga akan mewujudkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Adapun indicator-indicator tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bentuk-bentuk Aksi Premanisme di wilayah Kota y
Kejahatan jalanan/street crime maupun aksi premanisme pada kawasan wisata masih sering terjadi. Kejadian ini menggunakan modus dengan melakukan pemerasan terhadap orang-orang yang sedang menikmati kawasan wisata yang diiringi penggunaan senjata tajam untuk mengancam korban. Selain itu pemeraan yang dilakukan juga dengan modus menjadi tukang parkir (illegal). Tukang parkir illegal ini meminta sejumlah uang untuk membayar parkir kendaraan bermotor dalam jumlah yang diluar kewajaran. Apabila tidak mau maka secara bersama-sama tukang parkir ini akan memaksa para korban dengan berbagai cara. Aksi premanisme di wilayah pasar juga terjadi. Modus yang digunakan kelompok preman di pasar ini adalah dengan cara memungut uang keamanan kepada para pedagang kaki lima baik yang berada dalam lingkungan dalam pasar maupun lingkungan luar pasar. Pedagang yang berada di luar lingkungan pasar (sekeliling pasar dan di badan jalan) lebih rentan menjadi korban aksi premanisme ini. Mereka dianggap berjualan di wilayah yang menjadi kekuasaan para preman. Kondisi ini terjadi karena kapasitas pasar yang sudah tidak memungkinkan untuk menampung para pedagang serta infrastruktur yang buruk untuk menunjang aktifitas perdagangan. Apabila para pedagang ini tidak mau membayar uang keamanan maka barang-barang mereka bisaanya akan hilang atau bahkan mereka mendapatkan tindakan/ancaman yang membahayakan jiwa mereka.
Aksi premanisme pada kawasan perdagangan (Jl. Suprapto dan Pasar Minggu) juga maih sering terjadi. Pola premanisme di kawasan ini secara kasat mata terkesan lebih terorganisir yaitu melalui media Serikat Pekerja. Para pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja ini memaksa para pemilik barang untuk menurunkan barang-barang dagangan dengan menggunakan tenaga mereka, akan tetapi dengan biaya yang sangat tinggi sehingga sangat memberatkan para pemilik barang.
Aksi premanisme terhadap kendaraan angkutan batu bara juga terjadi yaitu dengan modus operandi melakukan pencegatan terhadap angkutan batu bara karena mereka dianggap sebagai penyebab terjadinya kerusakan jalan yang dilewati. Aksi ini dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat yang terkadang digerakkan oleh kelompok tertentu. Dengan aksi tersebut mereka meminta kompensasi kepada para pengusaha batu bara maupun pengusaha angkutan baik berupa uang dengan alasan perbaikan jalan.

2. Peran Polres dalam kerjasama mencegah premanisme di Kota y
Peranan fugsi intelejen dalam mendeteksi berbagai bentuk aksi premanisme pada dasarnya sudah berjalan namun belim optimal. Berbagai informasi yang didapat dari anggota intelejen di lapangan kebanyakan adalah informasiyang menggambarkan bahwa kejadian tersebut telah berjalan, belum menggambarkan prediksi atau perkiraan keadaan yang akan terjadi. Lemahnya jaringan intelejen pada lokasi-lokasi rawan aksi premanisme juga menjadikan kurang akuratnya informasi yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil langkah yang preemtif dan preventif.
Peranan fungsi Samapta sebagai satuan terdepan dalam pencegahan kejahatan belum optimal karena terbatasnya kemampuan mobilitas dan komunikasi public untuk memantau keadaan yang mendukung terjadinya aksi premanisme. Kehadiran patrol samapta baru sebatas mendatangi lokasi kejadian namun belum melakukan komunikasi yang efektif dengan masyarakat dan komunitas di kawasan rawan aksi premanisme tersebut.
Peran pos polisi di kawasan pasar, perdagangan dan kawasan wisata belum optimal karena keterbatasan personil yang bertugas di pos tersebut yaitu hanya 1 orang dalam satu kali shift jaga. Selain itu personil yang berada di pospol tersebut kurang bisa memerankan dirinya sebagai pengemban Polmas yang dapat menjadi personil Polri yang piawai untuk memecahkan permasalahan bersama-sama masyarakat dan komunitas dalam kawasan perdagangan/wisata.
Kerjasama antara Polres x dan pemerintah daerah serta komponen terkait lainnya belum dilaksanakan secara optimal. Kerjasama dalam penyusunan regulasi terkait dengan upaya pencegahan premanisme belum melibatkan Polres sebagai salah satu pihak yang bisa dijadikan sebagai sumber masukan dan saran dari aspek keamanan dan ketertiban masyarakat. Pemerintah kota y cenderung berjalan sendiri dalam pembuatan regulasi ataupun peraturan daerah yang mengatur tentang kawasan-kawasan yang dilihat dari aspek keamanan memiliki kerawanan cukup tinggi dari premanisme.
Masyarakat belum memiliki daya tangkal yang cukup kuat untuk mencegah terjadinya aksi premanisme, bahkan memiliki kecenderungan memaklumi. Kondisi ini diakibatkan adanya rasa keresahan dan ketakutan masyarakat yang apabila memberikan perlawanan terhadap para preman akan menambah kerugian dan ketakutan akibat tindakan balasan para pelaku premanisme.


BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Internal
a. Kekuatan
Komitmen Pimpinan sangat kuat untuk mendukung terciptanya situasi kamtibmasyang mencerminkan keteraturan social serta menjadikan Bengkulu sebagai daerah yang aman untuk siapapun.
Personil Polres x bisa diandalkan untuk menangani berbagai bentuk aksi premanisme yang meresahkan masyarakat.
b. Kelemahan
Intensitas kegiatan masyarakat maupun pemerintahan di kota Bengkulu cukup padat sehingga kadang-kadang penanganan masalah premanisme menjadi terabaikan/di nomor duakan
Adanya kekhawatiran personil Polri akan melakukan pelanggaran Hak Azasi Manusia dalam penindakan terhadap aksi-aksi premanisme.

2. Eksternal
a. Peluang
Pemerintah kota Bengkulu mendukung penindakan aksi premanisme yang dirasakan cukup meresahkan masyarakat.
Pemerintah Kota Bengkulu memiliki rencana untuk melakukan pembenahan infrastruktur di berbagai kawasan rawan aksi premanisme.
b. Kendala
Beberapa kelompok masyarakat di wilayah kota Bengkulu masih  mudah terprovokasi oleh orang-orang tertentu maupun oleh issue-issue yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, sehingga masyarakat terkadang melakukan tindakan di luar hukum secara kolektif.
Masyarakat kurang memiliki keberanian untuk melawan ataupun melaporkan adanya aksi premanisme karena takut akan mengalami kerugian dari tindakan balasan para pelaku premanisme.



BAB V
KONDISI YANG DIHARAPKAN

1. Terhadap bentuk-bentuk Premanisme di wilayah Kota y
Diharapkan tidak terjadi lagi kejahatan jalanan maupun aksi premanisme pada kawasan wisata. Kawasan wisata yang ada diharapkan dapat dijadikan sebagai tempat yang representative dan memiliki rasa aman terhadap semua orang yang ada di kawasan wisata baik orang yang berwisata maupun orang yang berwira usaha di kawasan tersebut. Selain itu diharapkan juga kawasan wisata memiliki fasilitas ataupun infrastruktur yang mendukung pencegahan kejahatan.
Aksi premanisme di wilayah pasar diharapkan tidak terjadi lagi. Para pedagang maupun pembeli di kawasan pasar dapat melakukan aktifitasnya tanpa diliputi rasa was-was terhadap berbagai kasih premanisme. Selain itu diharapkan pula para pedagang dapat berdagang di lokasi yang layak sehingga tidak harus menggunakan badan jalan maupun lokasi perkir untuk berdagang. Pungutan yang dibebankan kepada para pedagang diharapkan memang betul-betul pungutan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah dan pemungutannya dilakukan oleh yang diberi kewenangan untuk itu.
Aksi premanisme pada kawasan perdagangan (Jl. Suprapto dan Pasar Minggu) diharapkan tidak terjadi lagi. Para pengusaha ataupun pedagang dapat diberikan kebebasan untuk memilih tenaga pengangkut barang miliknya sendiri. Kalaupun dilakukan oleh Serikat Pekerja maka ada standardisasi harga sehingga tidak memberatkan para pemilik barang.
Aksi premanisme terhadap kendaraan angkutan batu bara diharapkan tidak terjadi lagi. Kendaraan pengangkut batu bara dapat melakukan aktifitasnya tanpa mendapat gangguan yang bisa menghambat distribusi batu bara. Selain itu diharapkan adanya jalur khusus angkutan batubara sehingga tidak harus bergabung dengan pengguna lalu lintas yang lain dan juga menjadikan tidak merasa terganggunya masyarakat. Kompensasi yang akan dikeluarkan oleh pengusaha batu bara pun memiliki kepastian hukum dan diberikan kepada lembaga yang berhak melakukan pengelolaan.


2. Peran Polres dalam mencegah aksi premanisme
Peranan fugsi intelejen dalam mendeteksi berbagai bentuk aksi premanisme dapat berjalan optimal. Berbagai informasi yang didapat dari anggota intelejen di lapangan diharapkan merupakan informasi yang sifatnya deteksi dini dan prediksi kejadian. Selain itu diharapkan adanya jaringan intelejen yang kuat pada lokasi-lokasi rawan aksi premanisme yang akan berdampak pada akurasi informasi yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil langkah yang preemtif dan preventif.
Peranan fungsi Samapta sebagai satuan terdepan dalam pencegahan kejahatan diharapkan optimal dengan kemampuan mobilitas dan komunikasi public untuk memantau keadaan yang mendukung terjadinya aksi premanisme. Kehadiran patrol Samapta mampu melakukan komunikasi yang efektif dengan masyarakat dan komunitas di kawasan rawan aksi premanisme tersebut. Selain itu kehadiran patroli Samapta diharapkan benar-benar berfungsi sebagai pencegah terjadinya potensi kejahatan.
Peran pos polisi di kawasan pasar, perdagangan dan kawasan wisata diharapkan menjadi optimal. Personil yang bertugas di Pos Polisi diharapkan minimal 10 orang tiap Pos sehingga dalam sekali jaga ada 3 orang. Selain itu personil yang berada di pospol tersebut bisa memerankan dirinya sebagai pengemban Polmas yang dapat menjadi personil Polri yang piawai untuk memecahkan permasalahan bersama-sama masyarakat dan komunitas dalam kawasan perdagangan/wisata.
Kerjasama antara Polres X dan pemerintah daerah serta komponen terkait lainnya dalam upaya melakukan pencegahan permanisme dapat dilaksanakan secara optimal. Kerjasama dalam penyusunan regulasi terkait dengan upaya pencegahan premanisme diharapkan melibatkan Polres sebagai salah satu pihak yang bisa dijadikan sebagai sumber masukan dan saran dari aspek keamanan dan ketertiban masyarakat. Pemerintah kota Bengkulu secara intensif melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pembuatan regulasi ataupun peraturan daerah yang mengatur tentang kawasan-kawasan yang dilihat dari aspek keamanan memiliki kerawanan cukup tinggi dari premanisme.
Masyarakat memiliki daya tangkal yang cukup kuat untuk mencegah terjadinya aksi premanisme. Selain itu diharapkan pada kawasan-kawasan tersebut memiliki suatu forum yang dapat bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk menciptakan suatu kawasan yang bebas dari premanisme. Dengan adanya kawasan bebas premanisme ataupun bebas kejahatan maka masyarakat tidak lagi memiliki rasa takut ataupun keresahan sebagai dampak dari perilaku para pelaku kejahatan.


BAB VI
UPAYA PEMECAHAN MASALAH

1. Pencegahan terhadap berbagai bentuk  aksi premanisme
a. Primary Prevention
Pencegahan kejahatan pada tingkat ini lebih ditekankan kepada perbaikan infrastruktur yang bisa menimbulkan potensi terjadinya aksi premanisme. Untuk Kapolres melaksanakan koordinasi dengan Pemerintah kota Bengkulu dan memberikan saran untuk melakukan pembenahan infrastruktur.
Infrastruktur yang ada di kawasan rawan aksi premanisme (pasar, lokasi wisata, kawasan perdagangan dan jalur truk batubara) harus dilakukan pembenahan sehingga dapat mengurangi potensi kejahatan dan pelanggaran. Penerangan di kawasan wisata menjadi kebutuhan yang sangat penting guna mencegah kesempatan untuk melakukan kejahatan. Dengan adanya penerangan yang cukup maka aktifitas masyarakat yang ada di lokasi tersebut dapat dipantau oleh para petugas pengamanan maupun masyarakat yang lain.
Pemerintah kota y harus membenahi lokasi para pedagang sehingga para pedagang tertata rapi dan tidak muncul lapak-lapak liar yang berpotensi menjadi sumber aksi premanisme dengan modus membayar sewa lokasi berdagang. Lokasi pedagang yang terpusat dan tertata juga akan memberikan kepastian hukum kepada para pedagang, sehingga penggusuran warung-warung liar tidak perlu dilakukan. Selain itu dengan adanya lokasi yang telah ditetapkan akan lebih mudah untuk dilakukan pengontrolan terhadap penarikan retribusi kepada para pedagang oleh petugas yang resmi.
Pemerintah kota Bengkulu menyiapkan lokasi parkir yang terkoordinasi dengan baik akan memperkecil resiko terjadinya aksi premanisme berupa pemerasan dengan modus mambayar uang parkir serta pencurian kendaraan bermotor dapat dikurangi. Hal ini berlaku untuk kawasan wisata. Sedangkan untuk kawasan pasar lokasi parkir akan memberikan manfaat yaitu tidak tercampurnya antara para pedagang dengan kendaraan bermotor yang diparkir. Dengan adanya pemisahan yang jelas maka para tukang parkir atau pelaku premanisme tidak menjadikan alasan dilakukan penyewaan lahan untuk para pedagang.
Untuk mengatasi terjadinya aksi premanisme terhadap angkutan batu bara pemerintah kota Bengkulu agar mengaktifkan kembali jalur khusus angkutan batu bara sehingga tidak melewati kawasan penduduk yang sering melakukan aksi premanisme.

b. Secondary Prevention
Pencegahan kejahatan pada tingkat ini adalah dengan mengeluarkan regulasi atau aturan yang bersifat mengikat para pihak. Regulasi ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat maupun kepada petugas keamanan dalam mengambil tindakan hukum. Regulasi yang perlu dibuat adalah :
Peraturan daerah tentang pengelolaan daerah wisata, hal ini ditujukan agar tidak terhadi tumpang tindih kewenangan. Pada kawasan ini yang perlu diatur adalah kewenangan pengelolaan perparkiran mulai dari lokasi yang ditentukan untuk area parkir, besarnya tarif parkir kendaraan, petugas yang berhak untuk menarik biaya parkir hingga lembaga yang berhak untuk melakukan pengelolaan parkir.
Peraturan daerah yang mengatur lokasi perdagangan di kawasan pasar, hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pedagang tentang lokasi yang boleh digunakan untuk berdagang serta lokasi yang dilarang untuk berdagang. Selain itu juga mengatur retribusi kepada para pedagang yang meliputi besarnya biaya retribusi, petugas penarik retribusi, serta lembaga yang berhak mengelola retribusi tersebut. Selain itu juga mengatur lokasi penurunan barang untuk memudahkan pemantauan aktifitasnya.
Pemerintah kota Y harus mengeluarkan aturan tentang Serikat Pekerja yang akan melaksanakan pengangkutan/penurunan barang di kawasan perdagangan. Aturan tersebut memuat ketentuan Serikat Pekerja  yang resmi, besaran tarif penurunan barang serta waktu-waktu penurunan barang.
Pemerintah kota y mengeluarkan aturan tentang jalur angkutan batubara sehingga para sopir angkutan batu bara tidak melewati jalur-jalur yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan pengangkut batu bara.

c. Tertiary Prevention
Pencegahan kejahatan pada tingkat ini merupakan kegiatan nyata yang harus dilakukan oleh pihak yang berwenang. Pada tingkatan ini Polres Bengkulu harus mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
Meningkatkan kehadiran polisi berseragam pada lokasi-lokasi rawan terjadinya aksi premanisme. Hal ini bertujuan untuk membatasi kesempatan para pelaku melakukan aksinya.
Bersama-sama dengan pemerintah kota Bengkulu memberdayakan Satuan Polisi Pamong Praja untuk melaksanakan pengamanan di kawasan rawan aksi premanisme terutama di lokasi pasar dan kawasan perdagangan. Selain itu juga secara bersama-sama untuk melakukan penertiban para pedagang sehingga melaksanakan aktifitas perdaganga di lokasi yang telah ditentukan.
Mendorong masyarakat untuk membentuk Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat yang berbasis komunitas untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai permasalahan yang timbul. Dengan adanya FKPM yang berdasarkan aspirasi masyarakat, maka permasalahan-permasalahan social yang ada di kawasan tersebut dapat diselesaikan dengan baik karena mengakomodir keinginan warga.
Mengaktifkan pengamanan swakarsa di lokasi rawan kejahatan premanisme.
Memberikan himbauan kepada masyarakat untuk berhati-hati sehingga tidak menjadi korban aksi premanisme baik melalui himbauan secara langsung maupun dengan memasang spanduk/informasi yang bersifat mengingatkan.



d. Peningkatan peranan Polres dalam mencegah aksi premanisme
Meningkatkan kemampuan Kasat Intelkam dan anggota Sat Intelkam untuk dapat memetakan potensi kerawanan aksi premanisme serta kemampuan identifikasi kelompok-kelompok yang sering menjalankan aksi premanisme. Selain itu adalah dengan peningkatan jaringan intelejen di lokasi-lokasi rawan premanisme. Kemampuan untuk melakukan penggalangan terhadap tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh untuk meredam aksi premanisme juga perlu ditingkatkan sehingga apabila terjadi permasalahan dapat segera dilakukan penanggulangan secara bersama-sama dengan Polri.
Meningkatkan kemampuan anggota patroli Samapta dan Polsek agar dapat melakukan komunikasi publik secara dua arah yang baik, sehingga mampu menyerap informasi dan membantu penyelesaian masalah sedini mungkin. Hal ini dilakukan dengan melaksanakan pelatihan komunikasi publik serta penyampain situasi dan kondisi yang dihadapi pada saat melaksanakan tugas di wilayah patroli masing-masing.
Melakukan penambahan personil Pos Polisi yang ada pada kawasan perdagangan dan pasar dengan jumlah personil pada tiap-tiap pos 10 orang, sehingga dalam pelaksanaan satu kali regu jaga berjumlah 3 orang. Untuk di kawasan wisata dibentuk unit pengamanan kawasan wisata, apabila memungkinkan sedapat mungkin dibentuk Satuan Pengamanan Pariwisata (Polisi Pariwisata)
Polres X dan pemerintah kota Bengkulu harus melaksanakan koordinasi dan kerjasama yang intensif dalam menyusun regulasi terutama yang menyangkut kawasan dengan kerawanan kejahatan cukup tinggi. Dengan adanya kerjasama yang baik maka regulasi-regulasi yang dikeluarkan akan memberi kontribusi yang positif dalam mencegah premanisme maupun kejahatan-kejahatan lainnya.
Polres X harus secara aktif untuk mendorong pemerintah kota Bengkulu agar membuat program kegiatan yang bertujuan meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap berbagai bentuk premanisme maupun kejahatan lainnya. Penanganan aksi premanisme yang telah dilaksanakan dengan berbagai langkah tersebut diatas harus tetap diimbangi dengan penegakan hukum yang tegas dan sesuai aturan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat serta untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku.



BAB VII
PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Berbagai aksi premanisme yang terjadi di wilayah kota Bengkulu masih sering terjadi terutama di kawasan wisata, pasar, kawasan perdagangan serta jalur angkutan batubara. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat serta berdampak tidak terpeliharanya situasi kamtibmas yang kondusif. Kondisi ini harus disikapi dengan upaya untuk melakukan pencegahan terjadinya kejahatan dan pelanggaran melalui upaya pencegahan kejahatan dengan konsep primary prevention (pembenahan infrastruktur), secondary prevention (pembuatan regulasi/aturan) serta tertiary prevention (meningkatkan kehadiran polisi berseragam dan meningkatkan peran masyarakat dalam mengamankan suatu kawasan).
b. Peran Polres Bengkulu dalam menangani aksi premanisme dirasakan belum optimal sehingga harus dilakukan upaya-upaya yang bisa meningkatkan kualitas penanganan aksi premanisme. Upaya yang harus dilaksanakan adalah meningkatkan kemampuan intelejen untuk memberikan informasi serta penguatan jaringan intelejen, peningkatan kemampuan komunikasi personil patroli Samapta untuk menyerap informasi serta menyelesaikan masalah, menambah jumlah personil di Pos Polisi dan membentuk unit/satuan Polisi Pengamanan Pariwisata. Selain itu adalah dengan melakukan koordinasi serta kerjasama yang intensif (memberikan saran dan masukan) dalam melakukan penyusunan regulasi-regulasi yang terkait dengan kawasan rawan kejahatan, sehingga regulasi tersebut mendukung upaya pencegahan premanisme.

2. Rekomendasi
Dalam rangka melakukan upaya pencegahan hingga penindakan terhadap berbagai aksi premanisme yang cukup meresahkan masyarakat maka Polri perlu mengeluarkan Peraturan Kapolri tentang Premanisme. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam setiap tindakan anggota Polri dalam menangani premanisme serta untuk menghindari kesalahan prosedur dalam penanganannya.


DAFTAR PUSTAKA


Bahan Perkuliahan, MP. Perkembangan perekonomian dan Potensi Gangguan Kamtibmas di Indonesia, DR. Aviliani, SE, M.Si

Bahan Perkuliahan, MP. Manajemen Pembinaan Keamanan, Kababinkam Polri.  

Darmawan, Muhammad Kemal. 1994. Strategi Pencegahan Kejahatan. Bandung : PT. Citra Aditya.

Freddy Rangkuti. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis (Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk menghadapi Abad 21). Jakarta : Gramedia.

Nitibaskara, Ronny Rahman. 2006. Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Suparlan, Parsudi.  2004. Polisi Masa Depan dalam Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia. Jakarta : Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.

Laporan Kesatuan Polres Bengkulu dalam rangka pelaksanaan Wasrik Itwasum Polri Tahap II tahun 2009.

Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar