Jumat, 18 Mei 2012

OPTIMALISASI PEMIMPIN SEBAGAI AGEN PERUBAHAN GUNA MERUBAH SIKAP DAN PERILAKU ANGGOTA


OPTIMALISASI PEMIMPIN SEBAGAI AGEN PERUBAHAN
GUNA MERUBAH SIKAP DAN PERILAKU ANGGOTA YANG PROTAGONIS DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PROFESIONALISME POLRI


BAB I
PENDAHULUAN

1.         Latar Belakang
Perkembangan lingkungan strategis baik secara global, regional, maupun nasional berimplikasi pada semakin peka dan kritisnya masyarakat terhadap sistem penyelenggaran pemerintahan serta lembaga-lembaga atau birokrasi yang ada di dalamnya.   Polri sebagai bagian dari institusi pemerintah pun tidak luput dari sorotan dan pengawasan masyarakat tersebut.  Oleh karena itu,   Polri dituntut secara terus-menerus dari waktu ke waktu untuk senantiasa meningkatkan  pelayanannya agar sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat yang menuntut adanya profesionalisme Polri. Profesionalisme mengisyaratkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu  mengunakan teori ilmu pengetahuan untuk pekerjaan, keahlian yang didasarkan pada pendidikan atau pelatihan jangka panjang, pelayanan terbaik bagi masyarakat, memiliki otonomi dan cara mengotrol perilaku angota profesi serta mengembangkan kelompok profesi melalui asosiasi (William Donald C : 1999).
Namun, dikarenakan masih adanya stereotipe kultur anggota Polri di masa lampau yang menonjolkan kekerasan dan kekuasaan daripada tindakan kepolisian yang berlandaskan aturan hukum dan menghargai HAM menyebabkan Polri  dinilai kurang profesional dalam melaksanakan tugasnya.  dimana hal tersebut tidak sejalan dengan paradigma Polisi sipil yang menuntut kedekatan polisi dan masyarakat dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi dengan nmenampilkan gaya pemolisian yang lebih responsif dan persuasif  dengan mengacu pada supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan HAM dan berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Satjipto Rahardjo (2002) mengatakan bahwa karakteristik polisi sipil adalah tidak sentralistik dan memiliki birokrasi yang rasional atau birokrasi yang menekankan pada hubungan impersonal yang berbasis pada kompetensi dan kinerja maupun merit system.  Untuk itu, karakteristik polisi sipil lebih cenderung “caring the people”  daripada “the use of force”. 
Oleh karena itu, guna merubah sikap dan perilaku anggota yang memiliki sikap protagonis dan berorientasi pada konsep kepolisian sipil dalam pelaksanaan tugas diperlukan adanya sosok pimpinan sebagai agen perubahan (agent of change) yang memiliki tanggungjawab terhadap upaya merangsang perubahan di lingkungan internal sehingga memungkinkan pencapaian sebuah visi di masa depan.

2.         Permasalahan
Dari latar belakang di atas, maka yang jadi permasalahan dalam penulisan ini adalah “ belum optimalnya pemimpin sebagai agen perubahan sehingga sikap dan perilaku anggota masih menonjolkan sikap antagonis/militeristik yang berdampak kepada belum terwujudnya profesionalisme Polri.”


3.         Persoalan
Dari permasalahan tersebut, dapat ditarik menjadi beberapa persoalan-persoalan yang menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini yaitu :
a.                   Belum optimalnya keterampilan pimpinan dalam pelaksanaan tugas.
b.                  Belum optimalnya pola kepemimpinan yang diterapkan dalam merubah sikap dan perilaku anggota.


3.         Ruang Lingkup
Agar permasalahan yang  dibahas tidak meluas sehingga analisis dan pembahasannya lebih tajam dan mendalam, maka ruang lingkup pembahasan akan dibatasi pada organisasi Polres Purwakarta khususnya fungsi Sabhara guna merubah sikap dan perilaku anggota yang protagonis dalam rangka mewujudkan profesionalisme Polri.


BAB II
PEMBAHASAN

Seorang pemimpin memainkan peranan yang sangat dominan dalam kehidupan organisasi. Peranan yang dominan tersebut sama sekali tidak mengurangi apalagi mengabaikan, pentingnya peranan yang perlu dan harus dimainkan oleh para tenaga pelaksana. Akan tetapi para tenaga pelaksana perlu dibimbing, diarahkan, dibina dan digerakkan sedemikian rupa sehingga mau dan mampu mengerahkan tenaga, waktu dan keterampilannya bagi kepentingan organisasi, yang mana hal ini sangat dipengaruhi oleh kultur kinerja pimpinan dalam menjalankan roda kepemimpinannya.
Burt Nanus (1992),  mengungkapkan bahwa pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi.
Sebagai agen perubahan, pemimpin adalah individu yang bertanggung jawab untuk mengubah sistem dan tingkah laku anggota kesatuannya. Dimana Lewin dan Schein berpendapat bahwa perubahan yang sukses dalam organisasi hendaknya mengikuti empat langkah yaitu :
1.         Keinginan untuk berubah (desire of change),sebelum perubahan terjadi setiap individu harusmerasakan suatu kebutuhan, dapat berupa kekurangan-kekurangan dan ketidakpuasan selama ini serta adanya keinginan untuk meningkatkan.
2.         Pencairan (unfreezing), yang meliputi memberikan dorongan, membujuk melalui pendekatan-pendekatan dengan mengurangi ancaman-ancaman maupun penolakkan sehingga setiap individu siap untukberubah.
3.         Merubah (changging) yang meliputi pemberian perubahan pada setiap individu melalui pembelajaran baru pada sikap mereka, dalam hal ini pekerja diberi informasi baru, model perilaku baru, dan cara baru dalam melihat sesuatu sehingga pekerja belajar dengan sikap baru.
4.         Memantapkan (refreezing) yaitu perubahan baru untuk membuat jadi permanen.

Sehubungan dengan hal tersebut, Kondisi Sat Sabhara Polres X dipimpin oleh seorang Kasat yang berumur 53 tahun yang memiliki tanggung jawab mengendalikan anggota yang berjumlah 101 anggota terdiri dari 3 orang perwira, 95 bintara dan 2 PNS, yang sudah mempunyai pendidikan kejuruan 10 orang dan yang mengikuiti pendidikan Sabhara hanya 1 orang bintara.
Dari uraian di atas, berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melaksanakan pengamatan tentang pola kepemimpinan yang diterapkan dalam mengelola kesatuannya, maka terdapat beberapa fakta-fakta untuk selanjutnya dilakukan analisa yang berkaitan dengan hal-hal yang diharapkan dan  melakukan upaya-upaya optimalisasi berdasarkan ide penulis untuk memperbaiki kinerja fungsi Sahbara, yaitu sebagai berikut :
1.         Fakta-fakta
a.                  Keterampilan pimpinan dalam pelaksanaan tugas
1)                 Telah memahami perkembangan teknologi dan informasi seperti penggunaan komputer dan internet sehingga dapat mempercepat pembuatan dan pengiriman laporan dan dapat menyimpan data dengan baik.
2)                 Telah memahami tugas dan tanggungjawab sebagai seorang pemimpin yakni memberikan tauladan dan mengayomi anggotanya.
3)                 Memiliki prioritas terhadap perubahan yang dilakukan dengan meningkatkan pelayanan secara prima kepada masyarakat dengan humanis.
4)                 Telah membuat program kerja untuk kemudian disampaikan kepada anggota berupa peningkatan Turjawali dengan sikap yang humanis yang dilaksanakan pada saat apel fungsi satu minggu sekali pada hari Rabu.
5)                 Rencana kerja baik harian, mingguan, bulanan maupun tahunan telah dibuat dan disampaikan kepada anggota.
6)                 Memberikan petunjuk dan arahan secara langsung pada seluruh anggota pada kesempatan apel dan melalui Kanit.

b.                  Pola kepemimpinan yang diterapkan dalam merubah sikap dan perilaku anggota
1)                 Memiliki tanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan anggotanya.
2)                 Dilaksanakan sosialisasi tentang konsep polisi sipil dan etika profesi Polri yang dilaksanakan pada apel fungsi.
3)                 Pimpinan selalu melaksanakan sosialisasi tentang hirarki pelaporan kepada anggotanya.
4)                 Dalam menampung keluhan anggota dilaksanakan tidak secara formal melainkan secara lisan.
5)                 Melaksanakan patroli sesuai waktu yang ditetapkan dengan target dapat menekan tindak pidana yang terjadi.
6)                 Apabila anggota tidak mengikuti apel dengan alasan yang tidak jelas, maka pimpinan melaksanakan teguran lisan.

2.         Analisa
a.                  Keterampilan pimpinan dalam pelaksanaan tugas
1)                 Kurangnya pengetahuan tentang perkembangan situasi yang terjadi baik regional, nasional maupun internasional sehingga belum dapat menentukan  strategi dan upaya  yang akan dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut.
2)                 Perkembangan teknologi dan informasi belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengupdate informasi-informasi terkait kebijakan pimpinan Polri.
3)                 Prioritas terhadap perubahan yang dilakukan masih belum dapat diterapkan oleh sebagian anggota yang ditandai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat masih mengharapkan imbalan sehingga hal tersebut akan berdampak kepada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
4)                 Rencana kerja yang telah dibuat kurang mampu dipahami oleh anggota sehingga dalam pelaksanaan tugas tidak berpedoman kepada rencana kerja tersebut.
5)                 Dalam memberikan petunjuk dan arahan kepada anggota meskipun telah dilaksanakan, namun belum dilaksanakan secara terjadwal sehingga berimplikasi terhadap adanya kesalahan prosedur dalam pelaksanaan tugas.

b.                  Pola kepemimpinan yang diterapkan dalam merubah sikap dan perilaku anggota
1)                 Pelaksanaan sosialisasi tentang konsep polisi sipil masih belum dilaksanakan secara periodik sehingga masih adanya anggota yang belum memahami paradigma baru tersebut berdampak kepada masih adanya anggota yang memiliki sikap arogan.
2)                 Minimnya pelaksanaan sosialisasi tentang visi dan misi organisasi sehingga masih adanya anggota yang belum memahaminya.
3)                 Masih ada paradigma basah dan kering, namun dalam pelaksanaannya masih ada toleransi diantara anggota dengan cara membagi hasil “kerjanya” dengan anggota yang lebih muda yang  dikenal dengan istilah “aya mereun “.
4)                 SOP tentang pelayanan masih belum bisa diterapkan secara optimal sehingga dalam setiap pelaksanaan tugas tidak berlandaskan prosedur yang diterapkan.
5)                 Rendahnya kemampuan pimpinan dalam mengelola kesatuannya yang ditandai dengan masih belum ada upaya-upaya ang sistematis dari pimpinan untuk mengupayakan anggotanya mengikuti pendidikan dan kejuruan, yakni dari  jumlah anggota 101 orang yang sudah mempunyai pendidikan kejuruan hanya 10 orang dan yang mengikuiti pendidikan Sabhara hanya 1 orang bintara.
6)                 Pimpinan kurang tegas dalam menindak anggotanya yang tidak melaksanakan patroli  sehingga kinerja anggota tidak mengalami perubahan yang signifikan, hal tersebut berdampak kepada dalam menekan tindak pidana yang terjadi tidak memenuhi target yang telah ditetapkan.
7)                 Pengawasan dan pengendalian tidak dilaksanakan secara konsisten dan kurang menyentuh terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan tugas anggota sehingga hal tersebut akan berdampak kepada memungkinkannya anggota melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan organisasi.

3.         Upaya Optimalisasi
Menurut Rahardjo, ”Sosok Polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi yang cocok masyarakat”. Dengan prinsip tersebut diatas masyarakat mengharapkan adanya polisi yang cocok dengan masyarakatnya, yang berubah dari polisi yang antagonis (polisi yang tidak peka terhadap dinamika tersebut dan menjalankan gaya pemolisian yang bertentangan dengan masyarakatnya) menjadi polisi yang protagonis (terbuka terhadap dinamika perubahan)
Oleh karena itu, untuk merencanakan dan mengimplementasikan perubahan organisasi diperlukan kepemimpinan yang kuat melalui tindakan pimpinan dalam mempengaruhi, mengarahkan anggota untuk mencapai perubahan. Berdasarkan teori tindakan, tercermin di dalam aspek-aspek kepemimpinan, yaitu pimpinan yang dapat memberikan, mengembangkan dan menyebarkan visi, sebagai komunikator, menjadi agen perubahan, sebagai pelatih dan menganalisa pemanfaatan teknologi.
Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya optimalisasi untuk dapat mengoptimalkan peran dan fungsi Kasat Sabhara yang berperan sebagai agen perubahan guna mencapi tujuan organisasi yang telah ditetapkan.  Adapun upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut :

a.         Keterampilan pimpinan dalam pelaksanaan tugas
1)         Memberikan penekanan kepada Kasat Sabhara untuk selalu meningkatkan kemampuannya sehingga memiliki pengetahuan yang luas. Hal tersebut dikarenakan, semakin tinggi kedudukan dalam hirarki kepemimpinan organisasi, maka semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis.
2)         Memiliki sikap yang inkuisitif atau rasa ingin tahu sehingga tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki dan kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru.
3)         Mewajibkan kepada Kasat, untuk melakukan analisa perkembangan situasi yang terjadi baik tingkat regional, nasional maupun internasional sehingga dapat melakukan upaya antisipasi terhadap perkembanan tersebut.
4)         Bertindak secara objektif yakni mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakan mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
5)         Melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan organisasi.
6)         Melaksanakan pelatihan fungsi teknis kepolisian sehingga dapat meningkatkan kemampuan seorang pemimpin dalam mengelola kesatuannya.
7)         Menciptakan ide ide baru dengan memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan permasalahan yang dihadapi anggota dalam setiap pelaksanaan tugas, dan memberikan motivasi kepada anggota utuk mencari pendekatan pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas operasional.

b.         Pola kepemimpinan yang diterapkan dalam merubah sikap dan perilaku anggota
1)                  Menyelenggarakan pembinaan, sosialisasi mengenai konsep Polisi Sipil yang dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku anggota, mengupayakan penanaman secara berkesinambungan tentang nilai-nilai kode etik kepolisian, Catur Prasetya dan Tri Brata guna meminimalisir penyimpangan pelaksanaan tugas di lapangan. Dimana hal tersebut sesuai dengan pendapat Chairuddin Ismail (2008) yang menyatakan bahwa sikap (attitude) dan prilaku (behavior) Polri, bersumber dari keperibadian (personality) individu petugas dan kemudian melahirkan budaya kepolisian (police culture).  Dimana sikap dan perilaku dibagi menjadi dua yaitu pertama : aspek individu yakni pembentukan dan pemeliharaan sikap dan perilaku dilakukan dengan pendidikan, internal disiplin dan penegakan hukum serta ketertiban.  Dan yang kedua aspek aspek institusi berkaitan erat dengan organisasi, sistem dan kebijakan (policy) yang mengaturnya.
2)                  Melaksanakan kegiatan pembinaan mental dan rohani bagi seluruh personil minimal 1 bulan sekali  dengan  menanamkan kesabaran, ketekunan, dan  rajin yang dilaksanakan melalui kegiatan keagamaan maupun kegiatan lainnya seperti dengan pelatihan ESQ.  Sehingga setiap anggota memiliki sikap atau perilaku dan sifat-sifat seperti :
a)                  Mudah disenangi, sabar dan rendah hati.
b)                 Bebas dari sikap eksrim (positif atau negatif) terhadap tipe-tipe orang, kelompok atau situasi.
c)                  Menyukai bekerja dengan masyarakat dan merasa bertanggungjawab.
d)                 Memiliki minat yang besar terhadap pelayanan dan kebutuhan publik.
e)                  Memiliki pertimbangan antara sikap sabar dan agresif, serta cukup wajar (fair) dalam penggunaan pertimbangan (judgement).
f)                  Bekerja dan membuat keputusan penting tanpa supervisi.
g)                 Ramah dengan warga masyarakat dan sering berkunjung dan berdiskusi tentang kamtibmas.
h)                 Selalu waspada dan agresif dalam menampilkan tugas-tugas walaupun itu tidak enak dan tidak menyenangkan.
i)                   Kejujuran dan imajinasi yang alamiah.
j)                   Berfikir dan bertindak cepat.
k)                 Matang dalam menerapkan pertimbangan diskresi.
3)                  Secara berjenjang pimpinan melakukan interaksi dengan anggotanya dengan menciptakan suasana yang kondusif  untuk mendukung perwujudan personil Polri yang profesional dan bermoral serta berorientasi pada kepentingan masyarakat.
4)                  Melakukan perubahan kultur secara terencana dengan mempersiapkan mental anggota untuk melakukan perubahan guna membentuk kultur pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat.
5)                  Membangun semangat dan kinerja yang proaktif sehingga setiap personil menampilkan sikap  akuntabel, transparan, dan profesional.
6)                  Menanamkan nilai-nilai kepada anggota terkait reformasi budaya pelayanan sehingga setiap anggota mampu menjadi pelayan yang baik bagi masyarakat.
7)                  Memberikan penekahan kepada anggota untuk selalu mempedomani SOP pelayanan dalam setiap pelaksanaan tugas.
8)                  Melaksanakan sosialisasi tentang visi dan misi organisasi secara berjenjang dan terencana sehingga setiap anggota dapay memahaminya dan mengimplementasikan dalam setiap pelaksanaan tugas.
9)                  Melaksanakan pengawasan terhadap sikap dan perilaku anggota secara periodik dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan misalnya satu bulan sekali atau dua bulan sekali dengan membuat Sprin serta menerapkan reward and punishment secara konsisten kepada seluruh personil fungsi Sabhara.
10)              Melaksanakan analisa dan evaluasi tugas agar lebih memahami tentang kewenangan Kepolisian untuk melakukan penegakan hukum sesuai  prosedur yang harus dijalankan oleh setiap personil.


BAB III
PENUTUP

1.         Kesimpulan
a.         Pada  umumnya pimpinan sudah memiliki keterampilan yang memadai dalam menunjang kinerja kesatuannya, namun masih terdapat kekurangan-kekurangan yang mengakibatkan pemimpin tidak mengetahui prioritas terhadap perubahan yang dilakukanseperti kurangnya pengetahuan tentang perkembangan situasi yang terjadi baik regional, nasional maupun internasional, perkembangan teknologi dan informasi belum dapat dimanfaatkan secara optimal dan prioritas terhadap perubahan yang dilakukan masih belum dapat diterapkan oleh sebagian anggota sehingga hal tersebut berdampak kepada kinerja kesatuan belum dapat dirasakan secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya optimalisasi untuk meningkatkan keterampilan pimpinan dalam mengelola kesatuannya.
b.         Pola kepemimpinan yang diterapkan dalam merubah sikap dan perilaku anggota yang memiliki sikap protagonis masih terdapat beberapa permaslaahan-permasalahan seperti pelaksanaan sosialisasi tentang konsep polisi sipil masih belum dilaksanakan secara periodik, masih ada paradigma basah dan kering dan SOP tentang pelayanan masih belum bisa diterapkan secara optimal.  Oleh karena itu diperlukan adanya upaya-upaya optimalisasi untuk meningkatkan pola kepemimpinan yang diterapkan guna merubah sikap dan perilaku anggota.

2.         Rekomendasi
.


DAFTAR PUSTAKA

Ismail,Chairuddin. 2008. Polisi Sipil dan Paradigma Baru Polri. Jakarta : Merlyn Lestari
Raharjo, Satjipto.2002.Polisi Sipil, Dalam Perubahan Sosial di Indonesia. Jakarta:Kompas
William, Donald C dalam  Awaloedin Djamin. 1999.The American law enforcement Chief Executive: A Management Profile
Yulk, Gay A.1998. alih bahasa Jusuf Udaya.Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta: Prenhallindo
UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik  Indonesia
Perkap Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri

Selasa, 21 Februari 2012

PENERAPAN PARADIGMA BARU POLRI SEBAGAI POLISI SIPIL



PENERAPAN PARADIGMA BARU POLRI SEBAGAI POLISI SIPIL SAAT INI DAN KONSEP STRATEGI PADA MASA MENDATANG DILIHAT DARI ASPEK : STRUKTURAL.     

I.     PERMASALAHAN :
     Bagaimana penerapan paradigma baru Polri sebagai Polisi Sipil saat ini dan konsep strategi pada masa mendatang,  dilihat dari aspek : Struktural.

II.    JUDUL :
"      PENERAPAN PARADIGMA BARU POLRI SEBAGAI POLISI SIPIL SAAT INI DAN KONSEP STRATEGI PADA MASA MENDATANG DILIHAT DARI ASPEK : STRUKTURAL.        "

III.   POKOK-POKOK PERSOALAN :
1.     Bagaimana paradigma baru Polri sebagai Polisi Sipil saat ini ?
2.     Bagaimana struktural Polri dalam paradigma baru Polisi Sipil saat ini ?
3.     Faktor-faktor apa yang mempengaruhi struktural Polri saat ini ?
4.     Bagaimana konsep strategi pada masa mendatang dilihat dari aspek struktural ?

IV.   PEMBAHASAN.
1.    Paradigma baru Polri sebagai Polisi Sipil saat ini.
a.     Latar Belakang.
1
 
      Bahwa munculnya paradigma baru Polri sebagai Polisi Sipil saat ini,  dilatar belakangi dengan reformasi pada tahun 1998 sebagai akibat dari krisis moneter. Dalam reformasi ini telah terjadi perubahan paradigma nasional yang ditandai dengan :
1)   Keterbukaan.
2)   Supremasi hukum.
3)   Hak azasi manusia.
4)   Akuntabilitas publik.
5)   Demokratisasi.
      Terhadap Polri yang pada waktu itu masih berada dalam struktur ABRI,  mendapatkan sorotan dan tekanan dari pihak masyarakat,  pemerintah,  para pengamat maupun dari Polri sendiri menilai bahwa kinerja Polri digambarkan sebagai berikut :
1)   Kurang efektif.
2)   Lamban.
3)   Brutal.
4)   Korup.
5)   Diskriminatif.
6)   Tidak menghargai HAM.
      Menghadapi penilaian masyarakat serta berbagai pihak lainnya tersebut,  masyarakat menuntut agar Polri didalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara harus dapat memenuhi harapan masyarakat dengan gambaran sebagai berikut :
1)   Berpihak kepada rakyat.
2)   Crime Hunter.
3)   Pelindung,  Pengayom.
4)   Pelindung / menghormati HAM.
            Untuk dapat memenuhi harapan tersebut,  masyarakat menilai bahwa seharusnya posisi / kedudukan Polri tidak berada di dalam struktural ABRI / satu wadah bersama dengan TNI.
           Tuntutan rakyat pada era reformasi ini terus bergulir dan harus mendapatkan payung konstitusional.
        Pada akhirnya tuntutan rakyat tersebut telah dapat direalisir melalui :
1)   Amandemen ke II UUD 1945.
    Dalam Pasal 30 (4) menegaskan Polri sebagai alat negara menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,  bertugas melindungi,  mengayomi,  melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
2)   Ketetapan MPR No VI tahun 2000 Pasal 2 :
a)    TNI adalah alat yang berperan dalam pertahanan negara.
b)   Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan.
c) Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan keamanan TNI Polri harus kerja sama.
3)     Ketetapan MPR No VII tahun 2000,  Pasal 6(i).
     Bahwa Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum,  memberikan pengayoman dan pelayanan masyarakat.
4)     UU No 2 tahun 2002 tanggal 18 Januari 2002 Pasal     5 (i).
Bahwa Polri merupakan alat negara dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum,  juga memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Dengan demikian terwujudlah harapan masyarakat seiring dengan perubahan paradigma nasional pada era reformasi yang pada akhirnya kedudukan Polri tidak lagi berada didalam struktural ABRI,  menjadi Polisi Sipil yang mandiri berkedudukan langsung di bawah Presiden.
b.    Polri sebagai Polisi Sipil.
           Pengertian Polri sebagai Polisi Sipil muncul setelah tidak lagi berada di dalam struktural ABRI yang dikenal dengan sikap dan perilaku militer,  maka sebagai Polisi Sipil adalah untuk membedakan dengan terminologi " Military Police " yang berfungsi sebagai penegak hukum / disiplin di lingkungan militer.
        Adapun satuan Kepolisian adalah sebagai penegak hukum bagi lingkungan sipil.
         Ciri-ciri Polisi sipil sebagaimana harapan masyarakat adalah sebagai berikut :
1)  Sebagai Polisi yang menjunjung tinggi HAM dan demokratisasi.
2)     Menjunjung tinggi supremasi hukum.
3)     Transparansi publik.
4)     Accuntability.
5)    Adil dalam pelayanan,  perlindungan dan pengyoman masyarakat.
6)  Penegak hukum dalam rangka menciptakan ketertiban masyaraskat.
2.  Struktural Polri dalam paradigma baru sebagai Polisi Sipil saat ini.
        Seiring dengan keluarnya Polri dari struktur ABRI menjadi Polisi Sipil yag mandiri maka diperlukan penyusunan struktur baru Polri dengan mamperhatikan harapan-harapan masyarakat sebagai Polisi Sipil,  maka struktural Polri saat ini dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.     Sebagai Polisi Nasional yang meliputi seluruh wilayah RI yang diatur secara berjenjang.
b.    Kapolri berkedudukan di bawah Presiden.
c.  Struktur organisasi berbentuk piramidal ( pusat kecil, daerah besar ).
d.   Penempatan Polda sebagai kompartemen strategis Polri           ( seluruh permasalahan dapat ditangani Polda yang mempunyai kemampuan dan kewenangan ).
e.   Badan Narkotika Nasional tetap berada di bawah koordinasi Kapolri.
f.     Pengembangan peran Polisi Perairan dan Polisi Udara.
g.  Penataan struktur kepangkatan dan kesejahteraan anggota.

3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur Polri saat ini.
            Strutural Polri saat ini di dalam operasionalisasinya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a.     Intern.
1)     Peningkatan jumlah personil.
2)     Sarana dan prasarana pendukung.
3)     Sistem Kepolisian.
b.    Ekstern.
1)     Perkembangan isue global.
2)     Perkembangan politik dalam negeri.
4.    Konsep strategi pada masa mendatang dilihat dari aspek struktural.
        Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut di atas,  maka validitas dari struktural Polri untuk mampu / dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi,  perlu disusun strategi pada masa mendatang sebagai berikut :
a.     Jangka Pendek ( 2003 ).
1)     Analisis dan evaluasi operasionalisasinya struktural Polri selama satu tahun kedepan.
2)     Tercukupinya personil sesuai dengan wadah dalam struktur Polri pada setiap tingkatan.
b.    Jangka Sedang ( 2004-2006 ).
1)     Analisis dan evaluasi operasionalisasinya struktural Polri hingga tiga tahun kedepan.
2)     Berfungsinya wadah-wadah dalam struktur secara maksimal dan telah dapat menunjukkan kinerja organisasi maupun perorangan sebagai mana yang diharapkan dengan gambaran antara lain :
a)  Meningkatnya partisipasi masyarakat sebagai dampak dari Community Policing.
b)     Menurunnya pelanggaran HAM.
c.     Jangka Panjang ( 2006-2013 ).
1)   Analisis dan evaluasi operasionalnya struktur Polri hingga sepuluh tahun kedepan.
2)    Keberhasilan Community Policing semakin disadari sebagai bagian dari kehidupan masyarakat di dalam memelihara Kamtibmas.
3)     Semakin kokohnya supremasi hukum.
4)     Profesionalisme Polri yang ditandai dengan tiadanya laporan palanggaran HAM,  keterbukaan sesuai alam demokrasi.
5)  Terbentuknya sikap dan perilaku Polri sebagai pelindung,  pengayom dan pelayan dan dirasakan oleh masyarakat. 

V.      PENUTUP.
1.        Kesimpulan :
     Bahwa struktural Polri dalam paradigma baru sebagai Polisi Sipil harus sejalan dengan harapan da kepercayaan masyarakat dalam era reformasi.
2.        Rekomendasi.
   Konsep strategis pada masa mendatang dilihat dari aspek struktural,  tidak hampa dilihat dari operasionalnya struktural Polri namun yang lebih penting adalah terwujudnya harapan masyarakat dalam era reformasi ini yang pada gilirannya memperoleh "  kepercayaan masyarakat. "