Sabtu, 07 Mei 2011

BAB II Manajemen opsnal


BAB II
PEMBAHASAN

1.         Fakta-fakta yang ditemukan
           a.         Manajemen Bidang Pembinaan
1)         Bidang Perencanaan
Dari hasil pengamatan perorangan yang dilakukan di PolresMajalengka ditemukan fakta-fakta sebagai berikut :
a)                 Mekanisme penyusunan rancangan Renja TA 2012, yang menjadi dasar atau acuan dalam penyusunan rancangan Renja adalah Sprin Kapolres Majalengka No. : Sprin/22/I/2011 tanggal 4 Januari 2011.  Namun pada pelaksanaanya personil yang terlibat tidak melaksanakan kegiatan sebagaimana yang tercantum dalam sprin tersebut, tetapi dikerjakan oleh Kabag Ren atas dasar inisiatif sendiri.
b)                Pembuatan Rancangan Renja yang dilakukan oleh Kabag Ren tidak dilakukan melalui rapat resmi namun hanya disampaikan pada Giat gelar operasional bulanan saja.
c)                  Rancangan Renja TA. 2012 belum dibentuk Tim Pokja untuk menyusun Renja TA. 2012, serta tidak ada jadwal kegiatan penyusunannya.

2)         Bidang Anggaran dan Keuangan
a)         Perencanaan
(1)        Penyusunan Renja hanya melibatkan para pejabat fungsi perencanaan saja, sedangkan para pejabat fungsi opsnal (sub satker) tidak diikutkansertakan dalam pembahasannya, namun hanya mengirimkan rencana anggarannya saja.
(2)        Pengusulan anggaran di setiap masing-masing sub satker belum mengacu pada prediksi ancaman tugas pada tahun yang akan datang.
b)         Pengorganisasian
(1)        Pejabat yang terlibat penyusunan Renja masih baru sehingga belum menguasai permasalahan dalam penyusunan Garku.
(2)        Pejabat atau staf yang mengemban fungsi perencanaan belum memiliki kualifikasi fung ren, min ku.

c)         Pelaksanaan
(1)        Realisasi kebutuhan anggaran yang telah di susun oleh Satker dalam bentuk RKA-KL yang diajukan ke Polda realisasinya tidak sesuai dengan yang telah diteapkan Mabes Polri.
 (2)       Koordinasi antara Satker dan KPPN belum optimal hal ini dapat berpengaruh terhadap lambatnya pencairan anggaran.

d)         Pengendalian
Analisa dan Evaluasi penyerapan anggaran belum dilaksanakan secara berkala yang melibaktkan Satker pengguna anggaran.

3)         Bidang Logistik
Dari hasil pengamatan perorangan yang dilakukan di PolresMajalengka pada bidang logistik ditemukan fakta-fakta sebagai berikut :
a)                  Perencanaan kebutuhan
            Kassubag sarpras Polres tidak diikut sertakan pada penyusunan Ren but akhir yang akan dilaporkan ke tingkat Polda serta dalam Penentuan prioritas kebutuhan yang diajukan tidak dikoordinasikan dengan sub satker pengusul.


melakukan upaya pembenahan internal terlebih dahulu, yaitu dengan memperbaiki manajemen di bidang SDM, pengawasan, dan penegakan  kode etik profesi Polri serta pemberdayaan satuan fungsi operasional di tingkat KOD harus dilakukan dengan proses perencanaan yang sistematis dan komprehensif, pengorganisasian sumberdaya secara efektif dan efisien, penyelenggaraan kegiatan operasional yang mengacu pada perencanaan yang telah ditetapkan, dan pengawasan secara intensif agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Maka untuk itu diperlukan upaya Kapolres dalam memberdayakan sumber daya internal Polres Majalengka melalui pembenahan manajamen bidang pembinaan dan operasional guna menciptakan pelayanan prima kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan kamtibmas.   Dimana hal ini Kapolres harus mampu berperan secara aktif dan proaktif melalui optimalisasi implementais penerapan manajemen pembinaan dan operasional Kepolisian, agar setiap satuan fungsi operasional di kesatuannya dapat bekerja secara sinergi dalam menyelenggarakan berbagai jenis program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana kerjanya terutama pada skala prioritas terhadap tingkat kerawanan guna menentukan sasaran kegiatan secara selektif, yang ditindaklanjuti dengan penyusunan kekuatan yang dibutuhkan dan cara bertindak di bidang operasional yang tepat.
Dengan demikian, sehingga diharapkan bahwa Polres Majalengka sebagai Kasatker dalam memilhara Kamtibtas, dapat mengoptimalkan bidang manajemen pembinaan dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya internal Polres serta mengimplementasikan bidang operasional Polres secara optimal dalam rangka mewujudkan siatuasi Kamtibmas wilayah hukum Polres Majalangka yang kondusif terhindar dari berbagai kendala dan gangguan ancaman kamtibmas.




BIDANG MANAJEMEN PEMBINAAN, OPERASIONAL DAN KERJASAMA LINTAS SEKTORAL DI POLRES



BIDANG MANAJEMEN PEMBINAAN, OPERASIONAL DAN
KERJASAMA LINTAS SEKTORAL DI POLRES MAJALENGKA

BAB I
PENDAHULUAN

Kabupaten Majalengka terletak antara 108 12’ - 108 25’ Bujur Timur, 6 43’ – 7 03’ Lintang Selatan. Kabupaten Majalengka berbatasan dengan berbagai wilayah kabupaten yaitu sebelah utara Kabupaten Indramayu, sebelah selatan Kabupaten Ciamis dan  Tasikmalaya, sebelah timur Kabupaten Cirebon dan Kuningan dan sebelah barat berbatasan dengan wilayah Sumedang.  
Luas wilayah Kabupaten Majalengka adalah 1.204,24 KM2 dan jumlah penduduknya 1.240.996 Jiwa, sedangkan luas wilayah 1 Polri 1,45 KM2. Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 Kecamatan, 13 Kelurahan dan 321 Desa. Ditinjau dari segi administrasi Pemkab Majalengka membawahi 26 kecamatan dengan Polsek sebayak 23 Polsek, sehingga tidak ada permasalahan di bidang administasi.
Polres Majalengka sebagai Kesatuan Operasional Dasar (KOD) merupakan lini terdepan institusi Polri yang langsung bersentuhan dengan berbagai aktifitas dan kepentingan masyarakat. Kapolres selaku Kasatker harus mampu memetakan secara akurat potensi gangguan, ancaman gangguan, dan gangguan nyata yang ada di wilayahnya Kabupaten Majalengka, yang selanjutnya disusun dan divisualisasikan kedalam peta karakteristik kerawanan daerah.
Wilayah Kabupaten Majalengka yang rentan terhadap isu-isu ekonomi, politik dan budaya, di wilayah Majalengka juga rentan terhadap konflik internal dalam kehidupan umat beragama seperti adanya kelompok-kelompok atau jemaah dengan aliran ahmadiyah, aliran kepercayaan dan lain-lain. Selain itu  masih dijumpai adanya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polres Majalengka. Masih dijumpainya pelanggaran disiplin dan kode etik Polri yang terjadi lebih banyak diakibatkan oleh penyimpangan dalam pelaksanaan tugas di bidang pembinaan dan operasional.  
Berdasarkan kerawan-kerawan dan permasalahan tersebut diatas, apabila di amati secara teliti di wilayah hukum Polres Majalengka, maka akan diperoleh fakta-fakta bahwa permasalahan tersebut diatas tidak terlepas dari lemahnya sumber daya internal Polres Majalengka terutama bidang pembinaan terhadap pelaksanaan tugas-tugas operasional. Oleh sebab itu perlu kiranya 


Bersambung.........................

Selasa, 26 April 2011

IMPLEMENTASI POLMAS TERHADAP PENANGGULANGAN KONFLIK AHMADIYAH CIKEUSIK BANTEN

IMPLEMENTASI POLMAS TERHADAP PENANGGULANGAN KONFLIK AHMADIYAH CIKEUSIK BANTEN

I.          PENDAHULUAN
Aksi anarkis masyarakat dalam penyeleaian konflik seolah menjadi salah satu jalan penyelesaian sebagian masyarakat, hal ini tercermin dari aksi anarkis masyarakat seperti tawuran, pengrusakan, kerusuhan yang melibatkan massa dan yang baru-baru ini terjadi adalah penganiayaan massa terhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten yang menimbulkan kerugian moriil, materiil maupun korban jiwa. Fenomena yang terjadi di masyarakat tersebut tentu tidak dapat dibiarkan, perlu penegakan hukum agar pelaku penganiayaan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hukum. Namun demikian, hal ini bukan semata-mata dapat diselesaikan melalui upaya represif kepolisian saja, akan tetapi perlu dikedepankan langkah-langkah pre-emtif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat seperti dengan mengimplementasikan Polmas (perpolisian masyarakat) agar masyarakat dapat bersama-sama kepolisian guna menciptakan kemitraan sejajar dalam penyelesaian permasalahan di masyarakat.

II.        PEMBAHASAN
1.                  Kerusuhan Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten.
Konflik Ahmadiyah yang selama ini sempat terhenti dengan dikeluarkannya SKB 3 (Tiga) Menteri kini kembali terulang di Cikeusik Pandeglang Banten dengan menelan kerugian yang besar baik berupa moril, materil dan korban jiwa. Konflik ahmadiyah di Cikeusik tersebut bermula ketika warga Ahmadiyah yang tengah melakukan pengajian di rumah Parman diserang 1.500 massa yang tidak dapat dikendalikan, meskipun saat itu polisi tengah bersiaga karena isu penyerangan tersebut telah terdeteksi sebelumnya oleh kepolisian. Akan tetapi jumlah massa penyerang yang cukup besar membuat polisi kewalahan dan akhirnya massa dapat menyerang langsung ke rumah Parman dan melakukan penyerangan terhadap warga Ahmadiyah yang tengah berada di dalam rumah.
2.                  Peran Polmas dalam penanggulangan kerusuhan di Cikeusik pandeglang Banten.
Kerusuhan massa di Cikeusik Pandeglang Banten sebenarnya dapat dicegah apabila masyarakat Cikeusik lebih menyadari peran dan kewajibannya dalam menjaga keamanan lingkungannya, sehingga berbagai ancaman yang ada dapat segera ditangani oleh masyarakat tanpa melalui jalur-jalur kekerasan. Kurangnya terimplementasinya Polmas menjadi salah satu penyebab kurangnya pengetahuan warga masyarakat dalam menjaga dan memelihara keamanan lingkungan, sehingga berbagai ancaman dan gangguan Kamtibmas dapat dengan mudah terjadi karena lemahnya daya tangkal, daya cegah dan daya lawan masyarakat terhadap berbagai gangguan Kamtibmas yang terjadi dilingkungannya.
Penyelesaian masalah yang terjadi di masyarakat melalui implementasi Polmas tentunya bukan hanya retorika semata, karena melalui Polmas tersebut, masyarakat diajak secara langsung untuk melakukan kemitraan dengan kepolisian dalam menyelesaikan dan mengatasi setiap permasalahan sosial yang mengancam keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat dan pada akhirnya dengan kemitraan tersebut dapat mengurangi kejahatan, rasa ketakutan akan terjadi kejahatan, dan meningkatkan kualitas hidup warga setempat. Dengan kurang terimplementasinya Polmas di warga masyarakat Cikesuik, maka peran masyarakat sebagai kekuatan inti Kamtibmas pun belum mampu diberdayakan dengan optimal, yang menyebabkan potensi-potensi konflik yang selama ini terpendam di masyarakat Cikeusik dapat dengan mudah berubah menjadi konflik terbuka seperti dengan terjadinya kerusuhan terhadap warga Ahmadiyah saat ini.

3.                  Implementasi Polmas dalam penanggulangan kerusuhan massa di Cikeusik Pandeglang Banten.
Peran Polmas dalam menanggulangi kerusuhan massa di Cikeusik Pandeglang Banten tentu dapat memberi kontribusi besar dalam mengantisipasi, mencegah bahkan mengatasi kerusuhan massa yang terjadi. Namun demikian, implementasi Polmas dalam penanggulangan kerusuhan massa  di Cikeusik Pandeglang Banten tentu sebelumnya perlu diimplementasikan dengan baik, melalui langkah-langkah:
a.         Penunjukan petugas Polmas yang secara aktif melakukan sosialisasi Polmas kepada masyarakat.
b.         Membuka Forum Kemitraan Polisi – Masyarakat (FKPM) disetiap wilayah seperti Desa / Kelurahan, sehingga masyarakat dapat secara langsung melakukan komunikasi dengan kepolisian.
c.         Membangun Balai Kemitraan Polisi – Masyarakat (BKPM) sebagai sarana untuk melakukan pertemuan kemitraan antara polisi dan masyarakat dalam membahas berbagai permasalahan yang ada.
d.         Melakukan sosialisasi terhadap masyarakat agar masyarakat dapat mengetahui maksud dan tujuan penyelenggaraan Polmas di lingkungannya.

III.       PENUTUP
1.                  Kesimpulan
Polmas sebagai strategi Polri dalam memberdayakan peran masyarakat masih kurang terimplementasi dengan optimal disetiap wilayah, seperti di Cikeusik Pandeglang Banten dengan adanya kerusuhan Ahmadiyah yang tidak dapat ditanggulangi melalui peran Polmas sebagai kekuatan baru Polri dan masyarakat melalui kemitraan dalam mencegah, menangkal dan menanggulangi gangguan Kamtibmas. Melatar belakangi hal tersebut, peran Polmas di Cikeusik Pandeglang-Banten tentu perlu diimplementasikan dengan optimal agar berbagai potensi gangguan Kamtibmas dapat segera ditangani melalui peran Polmas.
2.                  Rekomendasi
a.         Perlu adanya standar pengawasan dan pengendalian secara konsisten agar kegiatan Polmas dapat di monitor.
b.         Agar Polda dapat merevitalisasi kembali kebijkan implementasi Polmas menjadi prioritas dalam penyelenggaraan tugas Polri, sehingga Polmas dapat segera diimplementasikan dengan optimal.  
            Indonesia