Selasa, 11 Agustus 2015

PROSES PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN UANG JAMINAN



BAB VI
PROSES PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN
DENGAN UANG JAMINAN

Sebagaimana diketahui bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila  dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan kepemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualiannya.
Untuk mewujudkan pembangunan di bidang hukum dipandang perlu mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan kodifikasi dan unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksana secara nyata. Dalam hal ini sebagaimana kewenangan penyidik dalam menentukan atau menilai besarnya uang jaminan yang diberikan oleh undang-undang tentunya perlu didukung oleh aturan pelaksana dengan memperhatikan 2 aspek yaitu aspek kepentingan hukum dan aspek sosial :
1.           Aspek Kepentingan Hukum.
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan dari pemidanaan adalah untuk membuat tersangka menjadi jera terhadap kejahatan yang dilakukan, tentunya ini juga dapat menjadi pertimbangan dalam proses penangguhan penahanan misalnya ; seorang koruptor yang terjerat hukum lalu dengan uang jaminan Rp. 1.000.000.000,- sudah dapat menghirup udara segar di luar.  Bahkan dengan sekejap saja setelah bebas tersangka dapat menghilang, terbang ke luar negeri yang susah untuk di lidik keberadaannya, disini telah terjadi kepentingan hukum diabaikan.
Di era globalisasi ini sudah seharusnya hukum ditegakkan  dengan menimbulkan konsekwensi yang perlu dipertimbangkan oleh pelaku kejahatan, apa arti bagi seorang koruptor yang terjerat hukum mengeluarkan uang 1 milyar hanya untuk menghirup udara segar sementara hasil kejahatannya lebih dari pada itu.
2.           Aspek Sosial.
Pelaku kejahatan tentunya berasal dari berbagai latar belakang sosial yang berbeda, hal ini berkaitan dengan kemampuan ekonomi yang berbeda juga oleh karenanya pertimbangan kemampuan tersangka perlu kiranya dijadikan pertimbangan di dalam penyidik menentukan besarnya uang jaminan dengan menjadikannya aspek sosial sebagai pertimbangan dalam penangguhan penahanan, untuk menepis anggapan bahwa penangguhan penahanan dapat diberikan hanya kepada tersangka atau terdakwa yang punya uang, sementara tersangka dari golongan ekonomi lemah tidak dapat menggunakan haknya untuk mendapatkan penangguhan penahanan.
Bertolak dari kedua aspek yang penulis sampaikan tersebut diatas, tentunya dalam proses penangguhan penahanan dengan jaminan uang, penyidik diberi kewenangan untuk mengaudit harta kekayaan tersangka khususnya terhadap perkara/kasus tertentu. Kewenangan tersebut dalam penerapannya agar tidak bertentangan atau tumpang tidih dengan kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), perlu suatu batasan yang jelas. Dalam hal ini kalau tersangka atau terdakwa seorang pejabat negara yang terlibat kasus korupsi dan pada dirinya dilakukan penangguhan penahanan, penyidik dapat berkoordinasi dengan KPK untuk mengaudit atau mengetahui harta kekayaan tersangka atau terdakwa sebagai mana kewenangan KPK dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Pasal 12 hurup c dan f, sebagai berikut :
c.    Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
f.       Meminta data kekayaan  dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait.
Dengan mengetahui jumlah kekayaan harta yang dimiliki oleh tersangka, penyidik dapat menentukan besarnya uang jaminan bila tersangka mengajukan permohonan penangguhan.  Adapun besarnya minimal 50 % s/d 80 % dari kekayaan yang dimilikinya, sehingga dengan demikian bagi setiap tersangka atau terdakwa mempunyai konsekwensi yang tidak ringan apabila ia melanggar perjanjian yang  telah disepakati dalam proses penangguhan penahanan.
Disamping memberi kewenangan penyidik untuk mengaudit  harta kekayaan yang dimiliki tersangka atau terdakwa, perlu juga kiranya penetapan patokan/standar yang jelas besarnya uang jaminan dalam proses penangguhan penahanan terhadap perkara/kasus tertentu. Sehingga tidak ada kerancuan dalam penyidik menentukan besarnya uang jaminan dalam proses penangguhan penahanan dan tidak terjadi perbedaan penerapannya disetiap daerah.
Agar pelaksanaan penangguhan penahanan dengan uang jaminan dapat dilaksanakan secara konsekwen tentunya perlu melibatkan unsur pengawasan yang sifatnya indipenden dan berasal dari unsur diluar organisasi penegak hukum. Ini dimaksudkan guna penerapan aturan yang benar sesuai ketentuan yang ada dan pemanfaatan uang jaminan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan yang jelas.
Selama ini masalah jamin menjamin memang lumrah dilakukan. Tetapi ketika yang dijamin kabur, aparat hanya bisa gigit jari. Oleh karena alasan itulah, dianggap perlu dalam revisi atau Rancangan Undang-Undang KUHAP memasukkan klausul tambahan dalam hal penangguhan penahanan. Masalah syarat penangguhan dan besarnya uang jaminan ditentukan dalam sebuah Peraturan Pemerintah (PP).
Disamping itu perlu juga kiranya Pasal tambahan adalah klausul ancaman pidana maksimal lima tahun kepada siapa saja yang menjamin seseorang dengan jaminan pribadi, tetapi orang yang dijamin ternyata kabur atau tidak bisa dihadirkan pada saat dibutuhkan oleh penyidik. Klausul ini dimasukkan untuk mengantisipasi kejadian-kejadian serupa tidak terulang lagi.
Untuk kedepan dalam melaksanakan tugas agar Polri lebih profesional maka diperlukan suatu kesamaan dalam menerapkan uang jaminan terhadap semua tersangka yang akan dilakukan penangguhan penahanan, maka diperlukan suatu langkah - langkah yang meliputi :
a.           Sebagai wujud menjamin persamaan setiap warga negara  kedudukannya didalam hukum, bila dikaitkan dengan kondisi sosial masyarakat maka penyidik dapat menerapkan penangguhan penahanan tidak hanya degan jaminan uang saja, sebagaimanan diatur dalam KUHAP pasal 31 ayat (1) bahwa jaminan penangguhan penahanan dapat berupa jaminan orang dan jaminan uang. Oleh karena itu bagi tersangka/terdakwa yang tidak mampu tentunya dapat menggunakan haknya untuk mendapatkan penangguhan penahanan dengan jaminan orang. Jaminan orang dimaksud harus orang yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan seperti : pengacaranya, keluarganya atau kepala desa.
b.           Menanamkan pemahaman kepada seluruh anggota Polri khususnya para penyidik tentang peraturan dan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam melaksanakan tugasnya. Dengan adanya pemahaman yang benar tentunya dapat mengaplikasikannya secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan. 
c.            Melaksanakan penataran secara terintegrasi dengan Criminal Justice System (CJS) pada tingkat Polda dengan melibatkan atau mengikut sertakan seluruh penyidik sampai tingkat Polsek, adapun topik atau materi tentunya yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penegakan hukum (penyidikan) yang didalamnya ada ketentuan mengatur tentang penangguhan penahanan yang dapat dilaksanakan pada semua tingkatan dalam penegakan hukum. Pembicara / pemberi materi berasal dari pejabat CJS dan para pemerhati hukum dengan maksud agar dapat menyampaikan fakta-fakta atau opini yang ada dan berkembang dimasyarakat saat ini tentang kinerja aparat penegak hukum.
Tujuan penataran tersebut guna adanya kesamaan visi dalam penerapan hukum khususnya dalam penerapan aturan dan perundang-undangan yang mengatur tentang penangguhan penahanan, sehingga diharapkan adanya kesamaan pemahaman dan pola tindak atau aplikasinya dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
d.           Program pembinaan mental disiplin  personel Polri, pembinaan sikap mental merupakan hal yang paling utama harus dibina, bagaimana pun baiknya suatu peraturan atau perundang - undangan dan didukung oleh pelaksana hukum yang cakap dan terampil, semua itu tidak ada manfaatnya apabila aparat penegak hukumnya memiliki mentalitas yang bobrok. sikap mental yang dituntut sesuai landasan falsafah KUHAP, yaitu pejabat hukum yang bertakwa kepada Tuhan serta bermoral prikemanusiaan yang adil dan beradab.
e.           Penindakan dan penertiban terhadap penyidik yang menyalahgunakan kewenangan dalam penegakan hukum yang berkaitan dengan penangguhan penahanan, penertiban tersebut tentunya tidak cukup dalam lingkup interen Kepolisian saja sedangkan kejaksaan dan pengadilan tidak. pembinaan yang seperti ini akan menimbulkan kepincangan dalam proses pelaksanaannya. sebagai mana diketahui bahwa setiap instansi aparat penegak hukum merupakan “subsistem” yang mendukung “total system” proses penegakan hukum dalam satu kesatuan yang menyeluruh.
f.            Program pembinaan terhadap anggota Polri khususnya penyidik, yang menyangkut pembinaan ketrampilan, pelayanan, kejujuran, dan kewibawaan. Pembinaan tersebut sejalan dengan gerak pembaharuan hukum yang apabila tidak dibarengi dengan peningkatan pembinaan para aparatnya, mengakibatkan hukum yang diperbaharui tidak akan berarti apa-apa. Kebaikan, kesempurnaan Hukum Acara Pidana sangat ditentukan oleh baik buruknya aparat pelaksananya.
g.           Melaksanakan program sosialisasi hukum  kepada masyarakat dengan memberikan pengertian kepada masyarakat sejelas-jelasnya tentang ketentuan pasal 31 KUHAP dan PP No. 27 tahun 1983, bahwa untuk melakukan penangguhan penahanan diperlukan uang jaminan dan memberi pengertian kepada masyarakat bahwa uang jaminan tersebut bukan untuk penyidik, namun diserahkan kepada panitera Pengadilan Negeri. Apabila penjamin dapat menghadapkan atau menghadirkan  tersangka kepada penyidik saat dibutuhkan maka uang jaminan tersebut akan kembali lagi kepada tersangka atau keluarga tersangka. Tingginya kesadaran hak dan kewajiban hukum masyarakat, akan tidak mudah dipermainkan dengan kewenangan-kewenangan aparat penegak hukum. Pada setiap saat siap masyarakat dapat mempertahankan hak-hak asasinya dari penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum , serta dapat memikul tanggung jawab yang diwajibkan hukum kepada dirinya.
h.           Meningkatkan koordinasi terhadap Criminal Justise System (CJS) apabila akan melakukan penangguhan diwajibkan untuk menyerahkan uang jaminan kepada panitera pengadilan negeri dan uang jaminan tersebut jumlahnya disamakan dengan jaminan pada saat tersangka ditangguhkan oleh penyidik Polri, hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan dampak negatif dimata masyarakat karena  terdapat perbedaan jumlah uang jaminan penangguhan penahanan yang dikenakan/diterapkan terhadap tersangka.
i.             Memotifasi anggota Polri agar mengikuti perkuliahan dibidang ilmu hukum di Universitas karena standarisasi anggota Reskrim harus menguasai ilmu hukum. hal tersebut sejalan dengan perkembangan lingkungan strategis, bagaimana penyidik dapat berkoordinasi dengan baik untuk mempengaruhi aparat penegak hukum lainnya yang memiliki latar belakang pendidikan minimal sarjana (S1). demikian pula halnya dengan masyarakat yang dilayani yang dewasa ini memiliki pendidikan yang cukup tinggi.
j.             Membangun kultur Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang profesional. Untuk mewujudkan itu salah satu foktor yang dominan harus dimulai dari para pimpinan-pimpinan Polri dalam arti dapat memberikan contoh dan tauladan kepada bawahannya, sehingga terjadi suatu proses penularan prilaku yang baik/positif yang dapat ditiru oleh bawahannya. Selama  pimpinan-pimpinan Polri tidak dapat memberikan contoh dan tauladan yang baik, jangan mengharapkan suatu perubahan sikap, prilaku yang merupakan bagian dari kultur Polri. Sudah seharusnya pola hidup dengan memuja harta (hedonist life) harus dihilangkan, sehingga tidak mempengaruhi kedalam tugas penegakan hukum dan penyimpangan kewenangan sekecil apapun guna kepentingan pribadi, lambat laun dapat dikikis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar