BAB IV
IMPLEMENTASI PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN UANG JAMINAN
1. Pelaksanaan Penangguhan Penahanan Dengan
Uang Jaminan.
Ketentuan hukum
yang mengatur tentang kewenangan penyidik Polri untuk mampu menilai secara
obyektif terhadap penangguhan penahanan yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa,
sepanjang tidak disimpangi dengan muatan kepentingan diri sendiri dan masih
dalam batasan normatif yang berlaku, dapat dibenarkan.
Tindakan-tindakan yang diambil tersebut oleh penyidik
tentunya berdasarkan koridor dan batasan wajar atas kebijakan-kebijakan yang
dilakukan atasan penyidik terhadap kasus-kasus pidana yang bersifat spesifik
yang termasuk dalam rumusan-rumusan yang dapat dilakukan penangguhan penahanan
dengan jaminan baik berupa uang atau orang.
Dengan demikian pemenuhan dalam pelaksanaan penangguhan
penahanan oleh penyidik tanpa melalui cara bersyarat ataupun tanpa syarat
berupa jaminan dapat dilakukan oleh penyidik.
Namun indikasi terhadap niat/itikad baik dari tersangka perlu menjadi
pertimbangan lebih lanjut untuk tetap mewaspadai dan mengantisipasi tidak
dipenuhinya kewajiban tersangka atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
penyidik baik secara tanpa dan atau dengan jaminan.
Maka
secara realistias jaminan berupa uang atas penangguhan penahanan yang telah
ditetapkan oleh penyidik mutlak diperlukan untuk mengantisipasi dan mewaspadai
hal-hal di luar perkiraan atau diluar pemikiran yang bersifat negatif, sehingga
penyidik dapat melaksanakan kewajiban tanpa harus menanggung beban secara moral
dan norma-norma hukum, sekaligus menepis anggapan miring atas kinerjanya
penyidik
Pada saat tersangka sedang menjalani penahanan yang syah
atas permohonannya atau atas permohonan kuasa hukumnya dibuat secara tertulis
dengan alasan yang patut dan wajar dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Tidak akan melarikan diri selama dalam penangguhan
penahanan.
b.
Sanggup memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh
penyidik :
1)
Sanggup
melaksanakan wajib lapor.
2)
Sanggup
memberikan jaminan.
3)
Tidak
mengulangi perbuatan pidana.
c.
Dikarenakan
tersangka sakit.
d.
Pemeriksaan,
penyidikan telah selesai.
e.
Sanggup
untuk hadir setiap dibutuhkan oleh penyidik.
f.
Menjamin dan sanggup tidak melarikan diri.
g.
Tidak merusak atau menghilangkan barang bukti.
Setelah surat
permohonan diterima oleh penyidik diajukan kepada atasan atau pimpinan penyidik
untuk mendapatkan keputusan tentang pelaksanaan penangguhan penahanan. Dengan disetujuinya penangguhan penahanan
tersebut, penyidik membuat surat perintah penangguhan dan perjanjian serta
syarat jaminan penangguhan serta orang yang bertanggung jawab menjamin pelaksanaan
penangguhan tersebut.
Dengan semua ketentuan dan syarat-syarat telah dipenuhi,
penyidik membuat surat perintah dan Berita Acara Pengeluaran Tahanan, namun
demikian setelah tersangka ditangguhkan selama di luar RUTAN melanggar syarat
yang telah ditentukan oleh penyidik, penyidik berwenang melaksanakan penahanan
kembali terhadap tersangka yang
ditangguhkan. Walaupun penangguhan penahanan telah diatur dalam ketentuan
perundang-undangan, namun masih ada kelemahan yang berdampak kepada :
a.
Kewenangan yang melahirkan kewajiban penyidik untuk menilai
dan menentukan besarnya uang jaminan dilakukan dengan sangat subyektif serta
tanpa suatu pertimbangan baik dari aspek sosial maupun kepentingan hukum itu
sendiri, sehingga terkesan penentuan besarnya uang jaminan tersebut ditetapkan
seenaknya saja oleh penyidik.
b.
Uang jaminan yang telah di tetapkan oleh penyidik tidak
mempunyai nilai pengikat terhadap tersangka atau terdakwa, karena jumlah
nominal uang jaminan tersebut tidak menimbulkan dampak atau konsekwensi yang
berarti bagi tersangka.
Dari
kedua hal tersebut diatas merupakan peluang baik bagi aparat penegak hukum itu
sendiri maupun bagi tersangka untuk bermain dalam penyimpangan proses hukum
yang mengabaikan nilai-nilai moral dan etika. Penyidik dapat memberikan hak
tersangka untuk ditangguhkan penahanannya dengan syarat ada uang atau
sebaliknya tersangka semakin berani melakukan kejahatan karena hukum bisa
dibeli. Sebagaimana gambaran dalam
seminar penanggulangan korupsi di tubuh Polri, Februari 2004 dalam seminar
tersebut dinyatakan hampir disemua proses hukum yang menjadi tanggung jawab
Polisi sarat dengan korupsi diantaranya dalam tahap penyelidikan, pemanggilan,
penangkapan juga penahanan (Kompas, 13/2).
Keadaan demikianlah yang menyebabkan masyarakat
terutama praktisi hukum menilai bahwa penegakan hukum belum dapat dilaksanakan
secara optimal, oleh sebab itu dalam era reformasi ini sudah seharusnya aturan
hukum dapat dilaksanakan sebagaimana tujuan hukum itu sendiri dan penangguhan
penahan ini bukan hanya dimungkinkan untuk dinikmati oleh orang-orang yang
mempunyai uang saja, akan tetapi harus merata kepada orang-orang yang tergolong
miskin. Penangguhan penahan ini
sebaiknya bukan menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh penyidik/para
pejabat.
Banyak contoh kasus larinya tersangka dalam pelaksanaan
penangguhan penahanan yang diberikan oleh aparat penegak hukum kepada tersangka
atau terdakwa sebagaimana kaburnya terpidana Tommy Soeharto, terpidana 18 bulan
penjara kasus tukar guling Bulog-PT Goro Batara Sakti yang merupakan pelajaran
berharga bagi aparat penegak hukum Indonesia.
Larinya tersangka atau terdakwa dalam pelaksanaan
penangguhan penahanaan tersebut menunjukkan bahwa kerja aparat penegak hukum
pada umumnya dan penyidik Polri khususnya dinilai perlu ditingkatkan terutama
dalam proses penegakan hukum itu sendiri yang dinilai masih banyak penyimpangan
yang dilakukan, penyimpangan tersebut terjadi baik karena kelemahan hukum itu
sendiri maupun aparatnya yang tidak profesional. Aturan hukum yang mengatur
tentang penangguhan penahanan tersebut sudah seharusnya mendapat perhatian
dalam penyusunan/pembuatan rancangan KUHAP yang baru.
2. Fakta
Penangguhan Penahanan Dengan Uang Jaminan Oleh Penyidik Polri.
Sebagaimana
kewenangan yang dimilki oleh penyidik untuk dapat menilai secara obyektif
terhadap perkara pidana yang terjadi sehingga penyidik mengambil suatu
keputusan untuk melakukan pengekangan untuk sementara waktu terhadap diri
tersangka atas perbuatan pidana yang dilakukan, dengan cara membatasi ruang
gerak dan hak-hak dalam bentuk penahanan ditempat yang telah ditentukan sesuai
aturan yang ada.
Hak dan kewajiban dari pihak tersangka untuk melaksanakan
penangguhan penahanan yang dimohonkan kepada penyidik atas penahanan diri
tersangka melalui jaminan uang, dapat diajukan kepada penyidik, kemudian dengan
disetujuinya permohonan penangguhan penahanan tersebut, keluarga tersangka atau
penasehat hukumnya menyerahkan uang jaminan untuk disetorkan dan disimpan di
panitera pengadilan negeri setempat. Bukti penyetoran dari panitera pengadilan
negeri, bahwa tersangka telah menjaminkan uang sebagai dasar pertimbangan untuk
dilakukannya penangguhan penahan oleh penyidik, oleh sebab itu secara normatif
jaminan berupa uang harus berada dibawah kekuasaan panitera pengadilan negeri
setempat. Maka apabila ada hal-hal yang
tidak dipenuhi seperti halnya tersangka melarikan diri saat ditangguhkan dan
tidak tertangkap kembali lewat waktu 3 bulan dan tidak ditemukan kembali
tersangka tersebut, maka uang tersebut disita dan menjadi milik negara.
Hal-hal yang sudah diatur sedemikian rupa yang telah
tersusun dan disertai dengan peraturan pelaksanaan sehingga menjadi jelas baik
makna dan arti yang terkandung di dalamnya, tetapi tidak demikian fakta-fakta
yang ada dilapangan yang selama ini berlangsung dan dilaksanakan, sehingga
hal-hal di luar kewajiban dianggap biasa-biasa karena budaya yang keliru, atau
kurang tepat sehingga dapat berakibat menghambat jalannya proses penyidikan
serta penyelesaian permasalahan berkaitan dengan ketentuan dan hukum yang
berlaku.
Bentuk-bentuk dari syarat penangguhan penahanan yang
selama ini berlangsung, memang melalui syarat yang ditetapkan oleh penyidik,
secara prosedural dapat dibenarkan.
Namun dalam perjalanan terhadap uang jaminan yang telah ditetapkan tidak
ikhlas dijalankan dengan sepenuhnya hati dan kerelaan, hal-hal yang menyangkut
jaminan uang masih menjadikan tarik ulur antara nurani dan moral serta norma
dan kaidah hukum yang berlaku.
Prosedur perjalanan uang jaminan yang seharusnya berada
dibawah kekuasaan panitera Pengadilan Negeri setempat tidak lagi berada
ditempatnya, perpindahan kekuasaan yang tanpa melalui panitera Pengadilan
Negeri beralih dibawah kekuasaan pribadi penyidik. Banyak motivasi-motivasi yang mengikuti alur
perjalanan jaminan uang, sehingga berada
dibawah kekuasaan pribadi penyidik, maka apabila tersangka tidak melarikan diri
dan penyidik telah menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum
dengan alasan P-21, maka uang jaminan yang berada dibawah kekuasaan pribadi
penyidik semakin tidak jelas status dan kedudukannya sebagai fungsi uang
jaminan penangguhan penahanan.
Koordinasi antara penyidik dan penuntut umun tidak pernah
dilakukan dalam hal mempertimbangkan kelanjutan penahanan yang dikarenakan
berkas perkara sudah lengkap, masing-masing pihak (aparat penegak hukum) ingin
menunjukan atau menggunakan kewenangannya dalam melaksanakan proses penangguhan
penahanan. Sebagaimana pameo yang berkembang dalam masyarakat, lepas dari
sarang macan masuk sarang harimau. Proses penangguhan penahanan yang telah
dilakukan oleh tersangka ditingkat penyidikan dengan berbagai kendala dan
materi yang dikeluarkan, akan menghadapi hal yang serupa pada tingkat
pemeriksaan di penuntut umum.
Penafsiran-penafsiran yang salah yang dianggap biasa dan
wajar telah berlangsung sebagai budaya dan akan memperburuk citra institusi
Polri. Maka anggapan yang demikian perlu
diluruskan kembali untuk membangun sebuah citra yang baik bagi penyidik Polri.
Tidak demikian dengan jaminan yang dilakukan oleh
tersangka adalah orang, jaminan berupa orang ini yang dibenarkan menurut
peraturan, justru kurang diminat oleh penyidik sebagai jaminan yang
ditetapkan. “MINAT” yang dikemukakan
tersebut masih dianggap tidak jelas dan rumit dan tidak praktis, tetapi harus
melalui proses penilaian yang matang dan tidak berdampak atau permasalahan lain
di kemudian hari, sehingga jaminan uang lebih banyak ditetapkan oleh penyidik.
Penangguhan penahanan terhadap seorang
tersangka atau terdakwa membuka peluang terjadinya praktik Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Karena biasanya penangguhan penahanan itu diberikan kepada
tersangka/terdakwa tertentu yang mampu memberi uang sebagai jaminan.
Karena penangguhan penahanan cenderung
diberikan hanya kepada tersangka/terdakwa yang punya duit. "Kalau pelaku
penodongan, atau pencuri mengajukan penangguhan penahanan, bakal tidak
dikabulkan. Ceritanya menjadi berbeda kalau yang mengajukan pengalihan
penahanan itu terdakwa penyelundup, koruptor, penjudi dan sebagainya"
Secara teoritis, penangguhan penahanan memang telah diatur dalam KUHAP dan
Peraturan Pelaksanaannya. Namun dalam kenyataannya, penangguhan penahanan
seolah berlaku hanya bagi terdakwa yang punya uang seperti halnya penyelundup,
koruptor, penjudi. Jaminan pribadi
atau uang terbukti tidak bisa memastikan seseorang patuh pada hukum. Banyak orang yang dijamin malah kabur tak
tersentuh hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar